Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary Dalam Ingatan Alumni

 


Sebelum beliau ke perguruan Annida Al-Islamy Bekasi, beliau bersekolah di SMP yang ada di daerah Tanggerang, Banten. Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan menuntut ilmunya ke   perguruan Annida Al-Islamy pada bulan Juli tahun 2002. Pada saat itu, Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary sudah memakai kursi roda. Usia Syaikh Muhajirin pada saat itu sudah 77 tahun, terhitung dari tahun kelahiran beliau 10 November tahun 1924.

Sebelum beliau ke perguruan Annida Al-Islamy, beliau juga sudah memiliki dasar ilmu agama karena waktu di kampungnya, orang tuanya mewajibkan mengaji ilmu agama. Cuman hal yang berbeda didapatinya di perguruan Annida Al-Islamy. Bahasa Arab yang biasanya dulu ada barisnya, sekarang tidak ada barisnya lagi. Di Perguruan Annida inilah beliau mengenal dan mengkaji yang namanya kitab kuning.

Kitab kuning, dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada pondok-pondok Pesantren, mulai dari  fiqhaqidahakhlaqtata bahasa arab (`ilmu nahwu dan `ilmu sharf), haditstafsirilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah). Dikenal juga dengan  kitab gundul  karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf).

Momen Spesial Bang Ardian dengan Syaikh Muhajirin yaitu ketika waktu mau berangkat untuk melaksanakan Shalat Jum’at, Dari kejauhan Uminda Hj. Hannah binti KH. Abdurrahman (Istri dari Syaikh Muhajirin) memanggil Bang Ardian, setelah beliau mendekati, Uminda meminta tolong untuk dibantu menggotong/memindahkan Syaikh Muhajirin dari tempat tidur ke kursi roda. Kursi Roda itu kan ada kunci roda, Beliau kunci roda tersebut. Kemudian, betis Syaikh Muhajirin terkena kunci roda. Pada saat itu, Syaikh Muhajirin berkata kepada Bang Ardian “Yang bener apa luh” Ucap Syaikh Muhajirin sembari menghadapkan wajahnya ke arah Bang Ardian. Saking melekatnya momen tersebut di kepala beliau, ucapan itu sering kali digunakan oleh Bang Ardian sampai sekarang kalau lagi menegur Santri Annida Al-Islamy. Adapun Momen Ngaji dengan Syaikh Muhajirin, beliau rasakan ketika ngaji pasaran di Bulan Ramadhan.  

Momen lainnya ketika Syaikh Muhajirin Wafat (31 Januari Tahun 2003), Bang Ardian menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Syaikh Muhajirin meninggal dunia dalam keadaan tersenyum.

Bang Ardian itu seseorang yang berkecimpung di dunia falak. Beliau juga merupakan Santri dan Guru di Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy serta beliau pernah menjabat sebagai Lurah Pondok di Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi. Ilmu Falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan, dan matahari-pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi. Objek Ilmu falak dalam islam yaitu ada 3 : Bumi,Bulan dan Matahari.

Perhitungan falak terutama untuk penentuan masuknya Bulan Ramadhan atau Akhir Bulan Ramadhan kadang kala berbeda hasilnya dengan pemerintah. Hal ini, didasari karena penggunaan dan metode hitungan falak yang berbeda. Sebagian kecil masyarakat awam yang mengetahui hal tersebut. Sering kali menyebut Annida sama dengan Muhammadiyah. Padahal metode hitungan yang dilakukan di Annida menggunakan Ru’yah dan Hisab, sedangkan Muhammadiyah sendiri menggunakan hisab semata.

Menyikapi hal tersebut Bang Ardian berucap Ketika orang belum merasakan kopi ngapain kita komen, karena hilal itu mesti diungkapkan itu hal yang pertama, yang kedua belajar falak dulu nanti saya kritisi. Semua kalangan mampu belajar falak, pasti dong belajar. Sebagaimana hal yg lain lu pelajarin lu bisa.” Saya mengutip perkataan Kiyai Syafi’i sebagaimana dia keponakan kiyai jirin bapaknya kiyai abdul hamid  “kurang kedewasaannya ketika lu belajar sesuatu, masa yg dipakai cuma satu yang jadi patokan”. Beliau juga berucap “Ada 20 metode yang kita kaji, itu yang inti tuh. Di Cakung sudah mengembangkan sampai 33 metode”.

Bang Ardian pernah mengalami titik jenuh dalam kontribusinya pada bidang keilmuan falak. Hal ini, membuat beliau mendatangi Adiknya Kh.Syafi’i yaitu Ustad Labib untuk bertanya mengenai hal tersebut. Beliau menjawab sembari ketawa “lu orang ke sekiannya yang ngomong begitu (yang bertanya hal seperti ini). Gua dulu dari kecil diajak sama H. Topik”. Artinya perjuangan untuk melakukan istiqamah, bukanlah sesuatu yang mudah melainkan sesuatu yang penuh rintangan. Pada akhirnya Bang Ardian tetap istiqamah untuk berkontribusi dalam keilmuan falak hingga sekarang.

Perjalanan Bang Ardian kuliah di STIT Al-Marhalah Al-‘Ulya. Setelah mondok di Pesantren Annida Al-Islamy selama 3 Tahun. Beliau merasa masih kurang dalam mendalami keilmuan agama islam. Keinginan Orang Tuanya setelah beliau lulus Aliyah yaitu Ibunya ingin Bang Ardian di negeri, Sementara Bapaknya ingin beliau mengambil ulumul qur’an. Oleh karena itu, beliau melakukan Shalat Istikharah untuk menentukan pilihannya. Akhirnya, didapati lah STIT Al-Marhalah Al-‘Ulya. Zaman beliau kuliah mata kuliahnya masih banyak ngajinya ketimbang belajar kurikulum nasionalnya. Hal yang paling beliau rasakan ketika berkuliah itu, masih senangnya mahasiswa untuk berdiskusi. Ada beberapa mahasiswa yang berdiskusi membahas masalah-masalah (bahsul Masail) yang up to date (terbaru). Ketika berdiskusi tersebut mahasiswa saling adu argumentasi, namun ketika sudah selesai berdiskusi, para mahasiswa tetap menjalani hubungan pertemanan yang baik.

Cerita Singkat Bang Ardian Mondok di Pesantren Annida Al-Islamy. Zaman beliau mondok masih kental dengan yang namanya mutholaah kitab kuning dan juga para senior dalam membina karakter para santri “agak dikeraskan”(bukan kekerasan). Hal itu, demi membentuk karakter dan mental para santri dengan perkembangan yang baik. Sementara itu, Zaman Sekarang yang beliau rasakan anak pondok di pesantren annida al-islamy kurang kesiapan dalam hal mutholaah kitab kuning. Artinya anak pondok masih melaksanakan mutholaah kitab kuning namun semangatnya tidak seperti pada zaman beliau mondok. Selain itu, dalam mendidik para santri juga para senior itu “agak dilembutkan” karena mendidik juga harus disesuaikan dengan keadaan zaman. Dalam hal ini, Maqalah (ucapan) Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah tentang mendidik anak “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”. Meskipun pengajaran zaman sekarang “agak dilembutkan”. Namun, ketegasan beliau dalam mendidik santri itu tidak hilang. Misalnya ketika ada santri yang ketahuan pulang tanpa keterangan yang jelas, maka beliau menghukum santri tersebut.

Seseorang yang ingin bisa membaca kitab kuning harus istiqomah mutholaah (mengulang-ulang membacanya) karena kitab tersebut tidak dilengkapi harakat atau tanda baca. Di lingkungan pesantren mutholaah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para santri.

Tujuan mutholaah adalah agar para santri bisa membahas dan meneliti kitab-kitab/karya-karya para ulama besar atau pemikir muslim yang tertulis di dalam kitab kuning dan  menggunakan tulisan berbahasa arab. Semakin sering mutholaah santri akan semakin mampu untuk membaca kitab kuning dengan lebih lancar dan bisa menelaah karya-karya ulama yang memiliki tingkat kebahasaan arab yang tinggi.


Mahfud Syafi’i yang diakrab disapa dengan panggilan Bang Didi, membagikan kisahnya kepada kami dari mulai perjalanannya ke perguruan Annida Al-Islamy hingga perjalanan beliau mengikuti organisasi yang ada di STIT Al-Marhalah Al-‘Ulya.

Melalui perantara kedua orang tuanya Bang Didi bersekolah di lembaga perguruan Annida Al-Islamy bekasi. Sebelumnya Abang beliau bersekolah di Perguruan Annida dari tahun 1999-2004. Setelah Abang beliau lulus, barulah Bang Didi bersekolah di Perguruan Annida dari tahun 2004-2011. Diantara Angkatan beliau yaitu Bang Ardian Reynaldi,S.Pd.I dan Bang Zul Qoffal S.Pd.I. 

Ada Pula kisah menarik dari Cerita Bang Boeng dalam berorganisasi di STIT Al-Marhalah Al-‘Ulya. “sebelum jadi ketua KAMMALAH (Keluarga Mahasiswa Marhalah), saya jadi sekretaris/bendahara pokoknya  masuk tim inti. Berlangsung pemilihan terus karena di situ ada syarat-syarat tertentu yang  harus ada regenerasi organisasi dengan semester yg lebih rendah. Saya lah yg ditunjuk karena sudah sedikit banyak faham mengenai hal itu. Di situ kita sudah melaksanakan seminar gerhana matahari, langsung tuh praktik kita sholat gerhana matahari. Sempet ada HIKMAH (Himpunan Keluarga Kammalah) tuh yang keliling-keliling. Kegiatan hikmah itu berada di luar kampus. Kegiatannya mudzakaroh ngaji kitab misbahuz zholam. Jadi SDM (sumber daya manusia) marhalah itu masih luar biasa dalam mudzkaroh kitab misbahuz zholam. Zaman kita tuh jarang bikin makalah kebanyakan ngaji. Masih banyak ngajinya dibanding kurikulum keguruan. Karena transformasi ke STIT ini mungkin ghiroh (semangat) untuk membaca kitab ini seiring pergantian kurikulum agak berkurang. Oleh karena itu, HIKMAH itu tenggelam begitu saja. Terakhir di zaman kammalah kami aktifnya HIKMAH.”

Beliau juga yang pertama kali menggagas bersama teman-teman seangkatannya Organisasi MARPALA (Masyarakat Raya Pecinta Alam). Diantaranya yaitu Bang Zul Qoffal, Bang Ardian Reynaldi, Bang Musayyib, dan Bang Azis.

Cerita Bang Boeng menjadi Lurah Pondok di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy. “Waktu itu lurah pondok bang yahya. Setelah beliau menikah dengan Qonita (Anak dari Kiyai Djauzi) terjadilah kekosongan Lurah Pondok. Kandidatnya ketika itu Saya, Qoffal, Zainuddin. Sebelum berlangsung pemilihan, Ketika ngaji subuh KH. Mursyidi (Mantunya Syekh Muhajirin) beliau perhatikan marhalah-marhalah yg rajin sama yg kagak rajin.Yang berpotensi bagus beliau orbitkan. Saya tuh gak tahu apa-apa, saya pengen aja berkhdmat ama rajin ngaji. Guru-guru kalau ngelihat anak yg rajin ada potensi bisa. Ketimbang ada yg bisa tapi males kadang-kadang ngelunjak. Akhirnya, pada tahun 2009 saya diangkat menjadi lurah pondok. Ketika itu tahun perkuliahan baru memasuki semester 3. Saya diangkat menjadi Lurah Pondok bukan karena saya pintar melainkan mungkin karena dianggap rajin”.

Pesan Bang Boeng untuk organisasi Intra KAMMALAH kita pakai kaidah fikih “al muhafazotu alal qodimis sholih wal akhzu bil jadidil ashlah artinya yang udah baik lanjutkan dan ditambah baik lagi apapun itu baik kegiatan, program, komunikasi, jaringan dsb”.  Adapun Pesan Bang Boeng ketika mengikuti organisasi ekstra “Untuk menambah jaringan di luar silahkan, tapi jati diri tetap annida. Karena kita butuh informasi-informasi di luar tapi memang dari awal pergerakan kiyai jirin itu kan ta’allum (belajar) bukan siyasah (politik). Carilah organisasi yg mendukung kita berkembang, tapi jangan tinggalkan ta’allum (belajar/ngaji) kita. Jangan sampai kita termakan siyasah (politik) yg belum kita pahami lalu kita justifikasi dan komentari. Kalau kita melakukan itu bisa diketawai kita”.



Beliau merupakan Dosen di STIT Al-Marhalah Al-‘Ulya. Kisah kebersamaan Syekh KH.Muhammad Muhajirin Amsar Addary bersama dengan Dr.Zamakhsyari Abdul Majid,MA. Beliau bercerita “Tahun 80-an saya kuliah di madinah atas rekomendasi Syekh Muhajirin. dan waktu itu Ijazah Aliyah Annida itu muadalah”.

Ringkasnya, ijazah muadalah merupakan ijazah pesantren yang telah disetarakan dengan ijazah sekolah formal milik pemerintah. Pesantren yang mengeluarkan ijazah tersebut disebut Pesantren Muadalah, yaitu pesantren yang menyelenggarakan Satuan Pendidikan Muadalah (SPM). Jadi bukan menginduk pada kurikulum kemenag atau diknas.

 Beliau melanjutkan ceritanya “Angkatan pertama itu 3 orang yang berkuliah di Universitas yang ada di Madinah, kemudian tahun depan sudah nggak ada lagi, saya itu memang diajar oleh beliau di sekolah karena setelah lulus (tahun 80-an) saya kuliah di uin jakarta mengambil ushuluddin selama 2 semester. Kemudian ada panggilan untuk kuliah di madinah dan beliau (Syekh Muhajirin) cukup merasa senang ya, karena alumni kita ada yg berangkat ke madinah, sebagai bagian dari estafet. Beliau sendiri kan dulu lama di mekkah.  Setelah itu, pada tahun 1984 beliau mendirikan sekolah pasca aliyah yaitu Majma Al-Marhalah Al ‘Ulya. Setelah saya kembali pada tahun 1985, saya ikut menyempurnakan Majma Al-Marhalah AL-‘Ulya dengan mengisi beberapa mata kuliah yang dulu kami beljar di universitas Madinah. Kita ajukan dan beliau pun setuju. Ditambah dengan pulangnya kh.syarifuddin yang waktu itu mengambil gelar magister. Selama itu pula kedekatan dan komunikasi saya kepada beliau cukup inten (mendalam). Selama saya kuliah itu Tiap tahun saya pulang. Karena kalau di Saudi, saya di kasih tiket bolak balik dan saya pulang setiap tahun pada setiap akhir ramadhan. Ketika pulang saya mengabdi di sini (Annida). Waktu itu perkuliahan di Majma Al-Marhalah Al-‘Ulya tulisannya berbahasa arab, kata pengantar dosen berbahasa arab. Full arab . Kiyai H. Alawi beliau mukim di Mekkah ikut serta dalam mendirikan marhalah bersama beliau (Syaikh Muhajirin). Beliau juga mempunyai karya Mars berbahasa arab. Beliau (Syaikh Muhajirin) adalah orang yg Alim Allamah (Orang yang menguasai berbagai cabang keilmuan) Khususnya dalam pelajaran agama. dan Beliau juga sangat tinggi penguasaan/kemampuan berbahasa arabnya. Kemampuan untuk menyusun kalimat-kalimat dalam Bahasa Arab dan hal itu ditunjukkan dengan kecepatan beliau dalam mengarang karya-karyanya dalam bahasa arab. Pada akhirnya marhalah itu  pada tahapan-tahapan berikutnya setelah beliau wafat, ada gagasan-gagasan yg baru dari anak-anaknya dan juga dari dosen-dosen yg mendorong untuk dijadikan sebagai lembaga yg formal artinya punya strata S1.

Terakhir Beliau bercerita “Untuk gelar Labibun Najib itu gelar beliau ketika dulu di mekkah yang maknanya itu orang yg berilmu. Gelar tersebut itu kita tidak pantas memilikinya akan tetapi beliau dengan bangga menggelari murid-muridnya yang lulus berkuliah di Majmah Al-Marhalah Al-‘Ulya dengan gelar tersebut. Perkembangan yang terjadi sekarang itu sebuah keniscayaan yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Ilmu agama sudah kuat tinggal nanti penguatan dengan bidang-bidang yang lain. Maka dengan adanya sekolah ini mempunyai Ijazah Negeri, S1. Hal itu sebuah kelonjakan yg sangat baik, ada perpaduan antara klasik, agama dan umum. 

Posting Komentar untuk "Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary Dalam Ingatan Alumni"