Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengetuk Pintu Hati dalam Memperbaiki Kualitas Diri Dalam Perspektif Kitab Kuning Klasik Dan Kontemporer Oleh Kaka Malik

Malik Mahasiswa Semester 3 Non Reg

Peraturan-Peraturan dalam Menuntut Ilmu

Karya : Kaka Malik Mahasiswa STIT Al-Marhalah Al-'Ulya Semester III Pendidikan Agama Islam Non Reg 

Selayaknya seorang Penuntut ilmu, ia memiliki niat-niat yang baik dari mulai berniat mencari Ridha Allah dan negeri akhirat ; berniat juga untuk menghilangkan kebodohan, baik kebodohan yang ada pada dirinya sendiri maupun kebodohan orang-orang lain. Kemudian, niat menuntut ilmu untuk menghidupkan agama dan mempertahankan Islam. Karena agama Islam itu dapat bertahan dengan ilmu. Zuhud dan takwa juga tidak dikatakan sah dengan kebodohan. (kitab Syarah Ta’lim Muta’alim Syaikh Az-zarnuji)

Dikutip dalam buku Risalatul Amin dikatakan : “Menurut kami tidak ada yang lebih besar dari pada dua perkara ini : Pertama yaitu cinta dunia dan memperioritaskan dunia dari pada yang lain. Kedua yaitu rela berada dalam kebodohan. Cinta dunia itu inti dari seluruh kesalahan dan menerima kebodohan dasar seluruh maksiat. ( Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili Risalatul Amin Hal.231.)

Kemudian, seorang penuntut ilmu itu hendaknya Ketika menuntut ilmu, dia niatkan juga untuk mensyukuri nikmat akal dan nikmat Kesehatan badan. Bukan justru niatnya dia menuntut ilmu agar orang-orang datang menghampirinya, bukan pula niatnya untuk meraih harta benda dunia, atau diniatkan untuk meraih kemuliaan di hadapan seorang raja, dan lain sebagainya dari pada niat-niat yang tidak baik. 

Dalam hal ini, Syaikh Abu Hasan As-Syadziliy Rahimahullah berkata : “Termasuk perkara yang paling berbahaya bagi seorang murid ialah memperbanyak amal shaleh dengan maksud agar mendapat pujian orang lain. Padahal apa yang dilakukannya itu bukan menambah kebajikan amal shalehnya melainkan menjauhkan dirinya dari Rahmat Allah Swt dan bahkan mengundang murka dari Allah"

Ketahuilah, wahai penuntut ilmu yang memiliki keinginan tulus dan kemauan besar. Jika engkau menuntut ilmu bermaksud untuk menyaingi dan membanggakan diri serta mengungguli para pelajar lainnya untuk menarik perhatian orang di sampingnya yang sedang mengumpulkan kesenangan dunia. Maka engkau sama saja sedang berusaha merobohkan agama dan membinasahkan dirimu serta menukar akhiratmu dengan kesenangan dunia. Maka dengan sebab hal itu, bisa jadi daganganmu akan bangkrut. Karena dunia tidak ada artinya dibandingkan dengan pahala akhirat dan perdaganganmu pasti binasa. Yakni disebabkan ilmumu tidak membawa kebaikan sedikit pun. 

Kemudian, penuntut ilmu selayaknya jangan menghinakan dirinya dengan sifat tamak yaitu menginginkan sesuatu yang tidak pada tempatnya dan selayaknya dia menjaga dirinya dari segala sesuatu yang dapat merendahkan ilmu dan pemiliknya. Penuntut ilmu pun hendaknya harus rendah hati karena sifat rendah hati itu adalah sifat pertengahan diantara sifat sombong dan hina. Sifat sombong dan kehinaan termasuk sifat-sifat yang diharamkan, karena menghinakan diri hukumnya haram. Dan sifat yang bisa diterima diantara keduanya adalah sifat rendah hati, karena sebaik-baiknya perkara adalah pertengahannya. 

Bermusyawarah

Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A beliau Berkata : Tidaklah seorang itu celaka karena musyawarah. 

Dan dikatakan Ada tiga golongan keadaan orang yang bermusyawarah sebagai berikut.

Pertama, Orang yang sempurna

Kedua, Orang yang separuh sempurna 

Ketiga, Orang yang bukan apa-apa 

Orang yang sempurna adalah orang yang memiliki pandangan tepat dan bermusyawarah. Sedangkan orang yang separuh sempurna adalah orang yang memiliki pandangan yang tepat namun tidak bermusyawarah, atau ia bermusyawarah namun tidak memiliki pendapat. Sedangkan orang yang bukan apa-apa adalah orang yang tidak memiliki pandangan pendapat dan dia juga tidak bermusyawarah. 

Ilmu yang Bermanfaat

Ketahuilah! seorang penuntut ilmu tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak akan bisa memetik manfaat dari ilmu yang ia dapatkan, kecuali dengan mengagungkan ilmu dan ahlinya (guru). Ada yang mengatakan, “Tidaklah seseorang itu mencapai (tujuan) kecuali dengan menghormati (guru). Dan tidaklah seseorang itu terjatuh melainkan karena tidak menghormati dan tidak mengagungkan (guru).” 

Dan termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah mengagungkan seorang guru.

Di dalam sebuah Syiir (Syair) dikatakan :

Sungguh, guru dan dokter itu…

Tidaklah tulus, manakala keduanya tidak dimuliakan

Maka, bersabarlah menghadapi penyakitmu,

 jika kau bersikap tidak ramah terhadap dokternya

Dan terimalah kebodohanmu, jika kau tidak bersikap ramah terhadap guru.

TERMASUK DIANTARA BENTUK MENGHORMATI GURU DAN KITAB ADALAH :

1. Tidak berjalan di hadapannya (guru)

2. Tidak menempati tempat duduknya

3. Tidak memulai pembicaraan di hadapannya tanpa seizinnya

4. Tidak banyak berbicara di hadapannya tanpa seizinnya

5. Tidak bertanya kepadanya Ketika beliau sedang jemu (bosan)

6. Menjaga waktu beliau (guru)

7. Tidak mengetuk pintu rumahnya, tapi bersabar menunggu sampai ia keluar

8. Menghormati anak-anaknya (keluarganya)

9. Menghormati siapa saja yang memiliki hubungan dengannya

10. Tidak duduk terlalu dekat gurunya, minimal jaraknya dia dengan gurunya seukuran busur panah.

11. Selalu mendo’a kan gurunya.

12. Menjaga kehormatan dan nama baik gurunya baik Ketika di hadapannya maupun diluar

13. Kerap Menziarahi makam gurunya yang sudah meninggal

14. Tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci atau sudah berwudhu

15. Tidak menjulurkan kaki (selonjoran) ke arah kitab

16. Meletakkan Al-Qur’an dan kitab tafsir diatas kitab-kitab yang lainnya

17. Tidak meletakkan apapun di atas kitab 

Seorang penuntut Ilmu hendaknya pasang niat baik, ketika sebelum pelajaran dimulai atau ketika sedang berjalannya suatu pelajaran. Kemudian, dia menjaga niat baiknya itu selama pelajaran tersebut berlangsung dan setiap kali niathya mulai berubah kepada niat-niat yang tidak baik. Maka hendaknya seorang penuntut ilmu mengupayakan mengembalikan niat baiknya di awal Ketika ia belajar. Dalam hal ini, Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata : “Aku tidak pernah mengatasi sesuatu pun yang lebih berat bagiku dari pada melanggengkan niat baikku. Karena niat itu kerap kali berubah-ubah.  

Di dalam buku Risalatul Amin Syaikh Abu Hasan As-Syadziliy  dikatakan :”Kesempurnaan niat terletak pada usaha melanggengkan niat sampai perkara yang diniatkan berakhir.

Seorang penuntut Ilmu hendaknya ia Membaca doa sebelum pelajaran dimulai dan membacakan surah Al-Fatihah kepada guru-gurunya dan kepada pengarang kitab yang hendak ia baca atau pelajari serta menutup pengajiannya atau pelajarannya dengan membaca doa.

Seorang penuntut ilmu selayaknya mendengarkan ilmu dan hikmah dengan rasa mengagungkan dan menghormati. Meskipun ia sudah mendengar suatu permasalahan dan suatu kalimat sebanyak seribu kali pun.

Dan dikatakan : “Siapa yang sikap mengagungkannya setelah seribu kali tidak sama rasa mengagungkannya seperti saat dia mengagungkan (ilmu atau hikmah) saat pertama kali ia belajar atau mendengar berarti ia bukan ahli ilmu.

Seorang penuntut ilmu, tidak selayaknya memilih salah satu bidang ilmu dengan sendirinya. Ia harus menyerahkan urusannya kepada gurunya, karena guru lebih berpengalaman dalam hal ini. Guru lebih tahu apa yang pantas bagi setiap murid dan yang sesuai dengan tabiatnya. 

Seorang penuntut ilmu selayaknya menjaga kehormatan dirinya dan gurunya dimanapun ia berada. 

Maulana Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya beliau berkata :

“Jika kau cinta kepada gurumu, maka jaga gurumu dengan perbuatanmu, ucapanmu, dan tulisanmu.

Di dalam kitab Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakallimin Imam Badruddin Ibnu Jama’ah beliau berkata : “Hendaknya penuntut ilmu membersihkan batin dan lahirnya dari akhlak-akhlak tercela dan mengisinya dengan akhlak-akhlak terpuji."

Diantara akhlak-akhlak yang tercela adalah : kebencian, Hasad, Pelanggaran, Marah bukan karena Allah Swt, Curang, Sombong, Riya, Ujub (merasa diri lebih baik/hebat), Sum’ah (melakukan amal agar di dengar oleh orang lain sehingga mendapat pujian), Kikir, Jahat, Angkuh, Tamak, Bangga diri, Congkak, Bersaing dalam urusan dunia, Menjilat, Berhias untuk manusia, Ingin di puji dengan sesuatu yang tidak dilakukan, Menutup mata dengan aib diri sendiri dan menyibukkan diri dengan aib orang lain, Fanatik dan emosional bukan karena Allah, Berharap dan takut kepada selain Allah, Ghibah, Adu domba, bohong, dusta, berkata jorok, dan merendahkan orang lain sekalipun dia lebih rendah darinya. Hendaknya ia berhati-hati dan mewaspadai sifat-sifat buruk dan akhlak tercela ini, karena itu merupakan gerbang segala keburukan bahkan keburukan seluruhnya. 

Di dalam kitab Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakallimin Imam Badruddin Ibnu Jama’ah beliau berkata : “Hendaknya menimbang jawabannya dengan sebaik-baiknya. Jika ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, dia menjawab “Aku tidak mengetahuinya” atau ia menjawab :"Aku tidak tahu”. Karena hal itu, termasuk ilmu jika ia menjawab dengan cara demikian. Sebagaimana dari mereka berkata :”Ucapan, ‘Aku tidak tahu’ adalah setengah ilmu.” 

Imam Badruddin Ibnu Jama’ah beliau berkata : ‘Ketahuilah bahwa jawaban orang yang ditanya “aku tidak tahu” tidak menurunkan martabatnya. Sebagaimana yang disangka Sebagian orang bodoh, sebaliknya ia mengangkatnya, karena ia merupakan bukti kemuliaan dirinya, kekuatan agamanya, ketakwaan kepada Tuhannya, kebersihan hatinya, kesempurnaan ilmunya, kebaikan niatnya, dan makna tersebut telah diriwayatkan kepada kami dari beberapa Ulama salaf."

Yang menolak untuk berkata : "aku tidak tahu", hanya orang yang agamanya lemah dan ilmunya minim, Karena dia takut martabatnya jatuh di mata hadirin. Dan hal ini merupakan kebodohan dan keringkihan dalam agama. Dan terkadang kesalahannya malah dikenali di Masyarakat, dia pun jatuh kelubang yang dia berlari darinya. Dikenali oleh mereka dengan sesuatu yang dia menjauh dari sebelum-sebelumnya.

Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih Malang, jawa timur berkata : “Ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong”. Maksudnya yaitu gemar membohongi AllahSwt, Rasul-Nya Saw, Gurunya dan dirinya sendiri."

Di dalam kitab Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakallimin Imam Badruddin Ibnu Jama’ah beliau berkata : “Hendaknya Seorang murid tidak malu bertanya tentang apa yang tidak dipahami dan berusaha memahami apa yang belum dimengerti dengan sopan baik berupa perkataan dan pertanyaan yang santun."

Imam Al-Khalil berkata : “Kedudukan kebodohan itu diantara rasa malu dan sombong.”

Imam Syafi’I Rahimahullah berkata : “Saudaraku, tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya yaitu :

1. Kecerdasan, 

2. Semangat, 

3. Sungguh-sungguh, 

4. Bekal/biaya 

5. Belajar dengan bimbingan seorang ustadz (guru), 

6. Dan membutuhkan waktu yang lama.”

Dikutip dari Tafsir As-Samarqandi, Syaikh Khalil bin Ahmad Al-Bashri memaparkan bahwa perihal menuntut ilmu, manusia terbagi menjadi empat golongan berikut pembagiannya:

1. Manusia yang Berilmu dan Menyadari akan Kemampuannya

Syaikh menuturkan bahwa golongan inilah yang harus kita ikuti. Mereka adalah golongan orang yang berilmu dan sadar bahwasanya ia memiliki ilmu tersebut dan mengamalkannya. Karena sebenarnya itu, ilmu yang tidak diamalkan adalah bumerang bagi diri sendiri. Di jelaskan dalam mukadimah Alfiyah Zubad karya Ibnu Ruslan, bahwasanya orang yang memiliki ilmu lalu tidak mengamalkannya (malah melanggarnya). Maka ia akan diazab sebelum penyembah berhala di neraka kelak.

Imam Ar-Romli mengatakan dalam kitab Ghayatul Bayan menerangkan bahwa azabnya bagi orang berilmu yaitu orang yang tidak mengamalkan ilmunya sebelum para penyembah berhala. Dikarenakan mereka mengetahui akan suatu hukum tersebut tapi mengapa mereka tidak mengamalkannya? berbeda dengan penyembah berhala yang tidak paham akan hukum tersebut.

2. Manusia yang Berilmu namun Ia Tidak Menyadari akan Kemampuannya

Golongan kedua ini merupakan orang yang memiliki ilmu, namun lalai dalam mengamalkan ilmunya. Syaikh Khalil menyebutkan bahwa golongan yang kedua ini merupakan orang yang tertidur. Maka bangunkanlah ia untuk mengamalkan ilmunya. Ada 2 alasan bahwa orang seperti ini harus diajak untuk mengamalkan ilmunya yaitu yang pertama : sangat disayangkan apabila mereka memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya. Dan yang kedua : sangat disayangkan pula jika orang ini tergolong dalam orang yang berilmu, namun tidak menamalkannya.

3. Manusia yang tidak berilmu dan sadar akan kondisinya

Golongan ketiga ini merupakan perumpamaan dari para pelajar. Yaitu manusia yang sadar akan sedikitnya ilmu yang ia miliki dan ia ingin terus belajar karena sadar akan kondisinya. Karena inilah, Syaikh Kholil bin Ahmad Al-Bashri berpesan berilah ilmu kepada mereka.

4. Manusia yang Tidak Berilmu dan tidak sadar bahwasanya mereka tidak berilmu

Golongan terakhir ini merupakan orang-orang yang bodoh dan tidak sama sekali menyadari kebodohannya. Syaikh Kholil berkata bahwasanya mereka adalah orang yang hancur, maka jauhilah. Karena mereka adalah golongan yang nyaman akan posisi kebodohannya dan tidak sama sekali tergerak hatinya untuk mendalami ilmu. 

DISKUSI ATAU DEBAT

Di dalam kitab Ta’lim Muta’alim dikatakan : “Penuntut ilmu harus belajar, berdebat, dan berdiskusi. Ia harus bersikap adil, penuh pertimbangan, merenung, dan menjaga diri dari segala kegaduhan. Karena berdebat dan belajar itu adalah musyawarah. Dan musyawarah itu hanya dilakukan untuk menyimpulkan kebenaran dan hal itu hanya bisa dilakukan untuk menyimpulkan kebenaran serta hal itu hanya bisa dilakukan dengan perenungan, serta kehati-hatian dan sikap adil. Tidak bisa didapatkan dengan amarah dan kegaduhan. Jika berdebat hanya dilakukan dengan niat (tujuan) mengalahkan lawan. Hal ini tidak diperbolehkan. Karna debat hanya boleh dilakukan untuk menampakkan kebenaran. Sementara untuk tujuan mengaburkan dan mengakali kebenaran debat tidak boleh dilakukan. Kecuali jika lawan bersikap mempersulit dan tidak menginginkan kebenaran."

Diskusi dan debat lebih kuat faidahnya dari pada sekedar mengulang-ulang Pelajaran. Karena diskusi dan debat adalah mengulang pelajaran dan lebih dari sekedar mengulang. Ada yang mengatakan :”Berdiskusi sesaat itu lebih baik dari pada mengulang selama sebulan.” Namun, hanya Ketika diskusi dilakukan dengan orang yang bersikap adil dan berwatak lurus. 

Di dalam kitab Ta’lim Muta’alim juga dikatakan : “Waspadalah berdiskusi dengan orang yang bersikap mempersulit dan tidak lurus tabiatnya, karena tabiat itu mencuri, akhlak itu menular, dan pergaulan itu berpengaruh."

BAHAYA PERDEBATAN

1.Dengki 

2.Takabur (sombong)

3.Dendam

4.Mengumpat (ghibah)

5.Mengklaim diri suci

6.Memata-matai dan mengintip rahasia (kelemahan) lawan

7.Nifaq (hipokrit)

8.Menolak kebenaran

9. Pamer dan Ujub

10. Menipu

PENJELASAN 10 BAHAYA DAMPAK DARI PERDEBATAN

1. Dengki 

Raulullah Saw bersabda :”Dengki memakan amal baik seperti api memakan kayu.” Seorang pendebat hampir tak terbebas dari rasa dengki dan benci. Rasa dengki ibarat api yang menyala. Orang yang terjerembab kedalam perangkap rasa dengki akan mendapatkan dampaknya di dunia ini. Ibnu Abbas berkata :”Tuntutlah ilmu dimana pun ia berada dan jangan taat kepada setan yang gemar bertengkar."

2.Takabur (sombong)

Bersabda Rasulullah Saw :”Seorang mukmin mustahil memiliki rasa takabur dalam hatinya.” Dalam sebuah hadis qudsi diriwayatkan bahwa Allah Swt berfirman :”Keagungan adalah jubah-Ku dan kesombongan adalah busana-Ku. Aku akan membinasakan orang yang bertengkar (Berdebat) dengan mengenakan salah satu pakaian-Ku itu.”

3. Dendam

Seorang pendebat jarang bebas dari keburukan dan kejahatan dendam. Rasulullah Saw bersabda :”Seorang Mukmin tidak mungkin memiliki rasa dendam.”

4. Mengumpat (ghibah) 

Allah Swt memfirmankan bahwa mengumpat (ghibah) ibarat memakan bangkai (lihat Qs al-Hujurat [49]: 12). Seorang pendebat mencai-cari dan mengungkapkan kebodohan, kelemahan, kekurangan, dan ketidaktahuan lawannya.

5. Mengklaim diri suci

Allah berfirman :”Janganlah kamu menyatakan dirimu suci. Sesungguhnya Allah paling mengetahui siapa orang yang bertakwa. (Qs an-Najm [53] : 32)

6. Memata-matai dan mengintip rahasia (kelemahan) lawan 

Allah Swt berfirman :”Janganlah kamu mengintip dan memata-matai. (Qs al-Hujurat [49]: 12)

7. Nifaq (kemunafikan)

Seorang pendebat mengungkapkan sikap bersahabatnya dengan lawan hanya secara lahiriah dan ia memendam kebencian dalam hatinya. Nabi Saw bersabda :”Ketika orang alim tidak menerjemahkan ilmunya ke dalam amal dan perilaku ; Ketika ia mengungkapkan cinta kepada orang lain dengan lisan tapi memelihara kebencian dalam hati ; ketika ia memutus tali silaturahmi. Maka Allah Azza wa Jalla akan mengutuknya dan membuat lidahnya kelu dan matanya buta."

8. Menolak Kebenaran

Salah satu hal yang paling dibenci oleh pendebat adalah menolak kebenaran yang keluar dari mulut lawan. Oleh karena hal itu, ia menolak kebenaran dengan cara menipu dan khianat. Rasulullah Saw melarang perdebatan, bahkan sekedar perbincangan mengenai hal-hal yang tak bermanfaat. Beliau bersabda :”Barangsiapa yang meninggalkan pertengkaran dalam perkara yang batil, Allah akan membuatkan baginya sebuah taman disurga. Barang siapa yang meninggalkan perdebatan dalam perkara yang hak, Allah akan membangunkan baginya  sebuah rumah di surga tertinggi.” Allah Swt berfirman :”Siapakah yang lebih bersalah dari pada orang yang membuat-buat kedustaan terhadap Allah dan mendustakan kebenaran Ketika datang kepadanya? (Qs al-Ankabut [29]: 68). Allah berfirman :”Siapakah yang lebih besar kesalahannya dari pada orang yang berdusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran tatkala ia datang kepadanya? (Qs az-Zumar [39]: 32)

9. Pamer dan Ujub

Di antara sifat-sifat jelek perdebatan adalah riya (pamer) dan ujub (menyanjung diri) di hadapan orang lain dalam usaha menarik dan menyesatkan mereka. Nifaq atau hipokrit adalah penyakit tersebar yang menyebabkan pendebat dicela dan ia itu termasuk dosa besar.

10. Menipu

Para pendebat terpaksa menipu agar menang dalam perdebatan dengan lawannya.

Imam Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah berkata :”Sepuluh kejahatan tersebut adalah dosa besar tersembunyi yang diakibatkan oleh perdebatan dan pertengkaran. Di samping kejahatan-kejahatan itu, perdebatan dan pertengkaran melahirkan banyak dosa kecil lainnya yang timbul akibat kontroversi-kontroversi yang mengakibatkan saling serang, saling pukul, saling menyobek pakaian dan lain sebagainya."

TIPS CARA BERINTERAKSI DAN TUJUAN DARI PERTEMANAN

Syaikh Syamsuddin Ar-Razi berkata dalam kitabnya Hadaiq Al-haqaiq : “Modal Utama seorang Murid terletak pada kemampuannya dalam menghadapi segala macam karakter manusia dengan hati yang bersih.

Syaikh Syamsuddin Ar-Razi Beliau juga berkata :”Perlu diketahui bahwa pondasi utama pertemanan adalah setiap pihak bertujuan agar pihak lain juga merasakan keberuntungan di akhirat dalam kondisi apapun. Dan memaksimalkan diri untuk saling menasihati, mengasihi, memperdulikan dan dermawan dalam diri dan harta serta sifat baik lainnya. 

TIPS CARA MEMBERI NASEHAT 

Berkata Imam Abu Hamid Al-Ghazali di dalam kitabnya Ayyuha al-Walad : “Berhati-hatilah terhadap dua hal :

Pertama yaitu sikap membuat-buat dalam berbicara dengan berbagai ungkapan, isyarat, kebohongan, dan bait-bait syair. Karena Allah membenci orang yang membuat-buat. Orang yang membuat-buat (memaksakan diri) secara melampaui batas justru akan menunjukkan batinnya yang rusak dan hatinya yang lalai. Jika engkau melihat banjir yang menerjang rumah seseorang, sedangkan orang tersebut serta keluarganya berada di dalamnya. Seketika itu kau akan berteriak “Awas..awas..banjir..banjir…” Dalam keadaan seperti ini, apakah hati mu ingin memberitahu penghuni rumah itu dengan kalimat yang dibuat-buat dengan berbagai ungkapan sajak ataupun isyarat?. Tentu saja engkau sama sekali tak ingin berbuat demikian. Nah, seperti itulah kondisi seorang pemberi nasihat. Sudah sepantasnya jika ia menghindari kalimat-kalimat tersebut. Dalam memberikan nasihat, selayaknya engkau tidak mengharapkan orang-orang hadir di majelismu terheran-heran sehingga mereka menampakkan sikap iba dan merobek-robek baju-bajunya. Lalu, diantara mereka ada yang mengatakan “Inilah majelis terbaik” semua ini merupakan bentuk kecondongan terhadap hal-hal duniawi yang lahir dari kelalaian hati akan tetapi hendaklah tekad dan keinginanmu semata-mata menyeru manusia dari dunia menuju akhirat, dari maksiat menuju taat, dari sikap rakus menuju zuhud, dari bakhil menjadi dermawan, dan dari terperdaya menuju takwa. Buatlah mereka mencintai akhirat dan membenci dunia. Ajarilah mereka ilmu ibadah dan zuhud karena hati mereka cenderung menyimpang dari jalan syariat serta melakukan tindakan yang tidak diridhai Allah dan mengedepankan sikap rendah diri. Oleh karena itu, Tanamkan dalam hati mereka rasa takut. Peringatan dan takut-takutilah mereka dengan ancaman-ancaman yang akan mereka temui. Barangkali sikap-sikap batin mereka bisa berubah dan perilaku lahir mereka bisa berganti. Setelah itu, mereka akan memperlihatkan perasaan keranjingan dan cinta ketaatan serta berhenti melakukan maksiat. Demikian cara-cara memberi wejangan dan nasihat. Ingatlah, segala bentuk nasihat yang tidak seperti ini adalah bencana bagi pembicara atau pendengarnya bahkan menjadi malapetaka dan setan yang akan menyesatkan makhluk dari jalan lurus dan membinasakan mereka. Oleh karena itu, selayaknya manusia lari dari pembicaraan semacam ini. Karena ceramah agamanya dapat merusak pembicaraannya sendiri yang mana setan pun tak sanggup melakukannya terhadap dirinya sendiri. Siapa yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, ia wajib menurunkan orang ini dari mimbar-mimbar nasihat dan mencegahnya melakukan hal demikian. Karena Tindakan ini termasuk dari amar ma’ruf nahi

Editor : Shopyan Hadi & Datto Jainun Abdi 

Posting Komentar untuk "Mengetuk Pintu Hati dalam Memperbaiki Kualitas Diri Dalam Perspektif Kitab Kuning Klasik Dan Kontemporer Oleh Kaka Malik "