Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hari Santri Nasional sebagai Momen dalam Membangun Intelektualitas Santri

Hari Santri Nasional

PMU 22 Oktober 2023

PCNU Kota Bekasi pada acara puncak HSN (Hari Santri Nasional) mengadakan acara HSN di Alun-Alun Kota Bekasi dengan tema "Jihad Santri Jayakan Negeri". Acara ini dihadiri oleh forum koordinasi pimpinan daerah kota bekasi, Para perangkat kepala daerah se-kota bekasi, kepala kantor kementerian Agama kota bekasi, Ketua MUI kota Bekasi, Para  Pimpinan Pondok Pesantren se-kota bekasi, tokoh masyarakat, tokoh agama islam se-kota bekasi, pimpinan organisasi kemasyarakatan islam se-kota bekasi, santri pondok pesantren se-kota bekasi.

Melansir dari NU Online, Sejarah hari santri Pada mulanya, Hari Santri diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur, Jumat, (27/6/2014), saat menerima kunjungan Joko Widodo sebagai calon presiden. Pada kesempatan tersebut, Jokowi menandatangani komitmennya untuk menjadikan tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri. Ia pun menegaskan akan memperjuangkannya. Namun, pada perkembangannya, PBNU mengusulkan agar 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri, bukan 1 Muharram. Hal itu dilatari peristiwa sejarah Resolusi Jihad. Di usia yang baru menginjak dua bulan merdeka, Indonesia kembali diserang oleh Sekutu yang hendak merebut kemerdekaan dari tangan bangsa Indonesia. Demi mempertahankannya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad. Baca selengkapnya di NU online "Sejarah Hari Santri"

Kemudian dikutip dari detiknews, beberapa asal muasal kata santri sebagai berikut. 

Menurut C.C Berg, kata santri berasal dari bahasa Sanskerta yakni 'shastri' yang berarti orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu. Hal ini berdasarkan pada fakta sejarah bahwa bahasa Sanskerta pernah digunakan oleh masyarakat Nusantara pada masa Hindu dan Buddha sebelum Islam masuk. Dalam perkembangannya, 'shastri' kemudian diserap menjadi kata santri.

Adapun menurut Nurcholish Madjid dalam buku Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999), santri diartikan sebagai kosakata dari bahasa Jawa dari kata 'cantrik'. Kata 'cantrik' artinya "orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya'.

Sementara itu, menurut K.H. Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq, seperti dilansir situs NU Online, santri bukan kosakata bahasa Arab, melainkan bahasa Nusantara. Dalam Bahasa Arab, santri disebut tilmidzun, atau muridun, artinya orang belajar.

Setelah Islam masuk ke Indonesia, penyebutan kosa kata bahasa Arab tersebut berubah dengan kata 'santri' yang artinya orang yang belajar kitab suci. Sehingga, kosakata santri tidak bisa ditafsir seperti menafsir kalimat-kalimat bahasa Arab dalam ilmu nahwu-shorof.

"Santri itu bahasa Nusantara, bukan bahasa Arab. Bahasa Arabnya tilmidzun, muridun. Santri artinya orang yang belajar kitab suci," ucap Gus Muwafiq, mengambil sumber dari detik.news yang dikutip dari NU Online. Baca selengkapnya "Asal-usul Kata Santri hingga Makna Istilahnya"

Mumtaz Muhammad Hafiz dan Fauzan Ismail

Pada kesempatan itu, UKM Pers Marhalah 'Ulya mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan dua Santri yang ikut merayakan hari santri nasional yaitu Mumtaz Muhammad Hafiz dan Fauzan Ismail sebagai berikut. 

Apa sih yang melatarbelakangi abang-abang ini menghadiri acara hari santri nasional? 

Yang melatarbelakangi saya dan teman saya datang ke acara HSN ialah untuk menjalin silaturahmi kepada teman-teman pondokan

Sejauh ini, selama abang berdua menjadi santri, apa yg menjadi tantangan terbesar yg dihadapi? 

Tantangan terbesar bagi diri saya  (Mumtaz Muhammad Hafiz) sebagai santri yaitu melawan sikap malas ketika mengaji. Sedangkan bagi diri Fauzan Ismail tantangan terbesar bagi dirinya ialah dalam hal menjaga hafalan. 

Apa yg menjadi harapan abang berdua untuk para santriwan dan santriwati yg ada di Indonesia? 

harapan dari mereka berdua yaitu "Semoga santri yg ada di indonesia lebih rajin lagi dalam hal mengaji dan bisa menjadi kebanggaan masyarakat".

Semoga hari santri nasional terus tetap diadakan setiap tahunnya dan menjadi momen bagi santri dalam mengingat perjuangan ulama dan mengembangkan intelektualnya dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan umum. 

Posting Komentar untuk "Hari Santri Nasional sebagai Momen dalam Membangun Intelektualitas Santri"