Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diskusi Atelir Ceremai : "Karekteristik Puisi Unboxing"

 

Dokumen : Diskusi Buku Unboxing karya Willy Fahmy Agiska pada Jum'at (01/11/2024)

Jakarta, Pers Marhalah 'Ulya

Manajemen Talenta Nasional (MTN) bersama Majelis Jakarta mengadakan diskusi buku yang berjudul "Unboxing" karya Willy Fahmy Agiska. Buku ini resmi terbit pada tahun 2023. Buku ini berisi kumpulan puisi yang ditulis oleh dirinya. Diskusi ini diadakan bertempat di Atelir Ceremai, Rawamangun, Jakarta Timur pada Jum'at (01/11/2024). 

Baca Juga :

Perempuan dan Wanita Dalam Analisis Sastra

Perjalanan Menakjubkan: Saat Islam Menyatukan Rusia dalam Kepelukannya

Diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu, membedah singkat buku "Unboxing" karya Willy Fahmy Agiska. Dia merupakan salah satu penyair asal Ciamis. Sebelum terjun ke dunia penulisan, beliau pegiat di komunitas sastra "Arena Studi Apresiasi Sastra" (ASAS) UPI

Sebelum menulis buku "Unboxing", Willy Fahmi juga menulis buku puisi pertamanya berjudul "Mencatat Demam". Buku ini mendapatkan penghargaan oleh Yayasan Hari Puisi pada momen "Sayembara Buku Puisi" sebagai buku puisi terbaik Hari Puisi Indonesia (HPI) 2019. 

Baca Selengkapnya : Biografi Willy Fahmi Agiska

Selanjutnya, diskusi dihadiri oleh beberapa sastrawan dan pegiat buku, diantaranya Martin Suryajaya (Sastrawan), Berto Tukan (Peneliti & Penulis), Bardjan (Pembahas), Hamzah Muhammad (Penyair).

Bardjan menanggapi buku "Unboxing" dengan berkata bahwasanya Willy ini salah satu penyair yang melankolis.

Seorang Penulis dan Doktor Filsafat STF Driyarkara, Martin Suryajaya pun berkomentar tentang puisi Unboxing, karya Willy Fahmy Agiska ini sebagai berikut.

Puisi-puisi Willy adalah racikan yang pas antara puisi liris dan kekinian yang riuh dan kacau. Lirisisme menariknya menuju romantik, tetapi kekinian membetotnya ke arah kesantaian. Hantu puisi Indonesia terus menggodanya jadi sepanas Chairil, tetapi Rawamangun hari ini mengajaknya nungguin hujan di Atelir Ceremai. Suatu tarik-ulur terus menerus antara api dan es boba.
Membaca puisi-puisi Willy adalah seperti melihat Chairil Anwar jualan bakso cuanki di masa pandemi, melihat Afrizal Malna magang jadi kasir Indomaret, melihat keseluruhan puisi Indonesia dikemas dalam satu saset kopi susu. Di sana puisi telah menjadi tulang lunak, lama terpanggang hidup dan siap menjadi begitu santai. Seperti kata Willy dalam puisi berjudul “Puisi”:
Sudah menggonjreng di lampu merah.
Pake topeng. Pake motor sport kayu. Pergi ke pasar. Pasarnya udah ada yang ngatur. Sip.

Baca Lebih lanjut : Membuka Kemasan, Irsyad Ridho

Buku Mencatat Demam, karya Willy Fahmy Agiska

Buku Unboxing, karya Willy Fahmy Agiska 

Dalam perjalanan beliau menulis buku, memang tidak bisa dipungkiri semua karya-karyanya dipengaruhi oleh kehidupannya sehari-hari. 

Menurutnya, buku "Mencatat Demam" itu, terdapat literatur-literatur yang terbilang signifikan dalam perjalanan penulisan buku tersebut. 

"Menurutku bacaan-bacaan yang nampak di buku "mencatat demam" salah satunya Goenawan Muhammad, Afrijal, dan penyair perempuan seperti Dina Oktaviani," ucapnya. 

Willy mengakui dan menambahkan ucapannya dengan mengatakan "Ternyata yang aku dapati dari beberapa buku yang tadi satu semangat seperti aku pemurung, melankolis, dan aku belajar dari puisi-puisi mereka,".

Awal mula Willy Fahmy Agiska menulis puisinya itu di Kota Bandung. Satu persatu beliau menulis puisi dari kehidupan sehari-harinya, dan mulai mencoba mempublikasikannya lewat platform digital, seperti canva, instagram, dan lain sebagainya. 

Banyaknya buku-buku puisi yang beredar di berbagai platform di era digital hari ini, pasti ada metode dan mekanisme pengumpulan puisi sampai pada akhirnya menciptakan dan menghasilkan karya buku.

Selain itu, Willy membagikan mekanisme pengumpulan puisinya dari buku mencatat demam hingga unboxing dengan mengatakan "Metode pengumpulannya lebih ke arah kesamaan bentuk bukan dari tema, karena ada spirit kesamaan yang ada pada puisi-puisi yang aku buat,".

Willy Fahmy Agiska | Sumber : https://www.instagram.com/sastra_purwakarta

Beberapa hari lalu ada polemik antara puisi yang berima dan tidak berima, mana yang disebut puisi dan mana yang bukan puisi. Pada kesempatan itu, Willy menanggapi hal tersebut dengan berkata "Rima itu hanya salah satu permainan bunyi, tanpa seorang penulis, puisi mengejar rima atau pun tidak, menurutku sah-sah saja, itu hanya dialektika yang ada pada puisi dan hal tersebut malah membuat puisi lebih menarik karena beragam motif yang ada pada sebuah puisi,".

Pesan Willy Fahmy Agiska pada diskusi tersebut sebagai berikut.

"Kalau senang menulis, belajar menjadi pembaca terlebih dahulu, karena membaca itu, kerja meresepsi, jadi mustahil seorang penulis lahir tanpa senang membaca," tutupnya.

Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil pada diskusi kemarin, pada dasarnya seseorang itu harus mencoba untuk lebih gemar membaca, membaca apapun, baik itu buku, situasi dan kondisi, intinya adalah MEMBACA.

Posting Komentar untuk "Diskusi Atelir Ceremai : "Karekteristik Puisi Unboxing""