Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kitab Karangan Dosen STIT Al Marhalah Al-'Ulya Dijadikan Rujukan Skripsi Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Nabil Dosen STIT Al Marhalah Al-'Ulya bersama Hamdi Mahasiswa UIN Walisongo Semarang (Foto: Pribadi)

Bekasi, Persmarhalah 

Salah satu Kitab ilmu Falak karangan dosen STIT Al Marhalah Al-'Ulya yaitu Nabil yang bernama Al-Yawaqit fil ilmi Mawaqit dijadikan rujukan dalam pembuatan skripsi mahasiswa UIN Walisongo Semarang pada Kamis (14/11/2024).

Hamdi Ali Syifa asal Brebes merupakan mahasiswa Prodi Falak yang menjadikan kitab Falak milik Dosen Nabil sebagai sumber rujukan dalam pembuatan karya ilmiah skripsinya, ketertarikannya terhadap kitab ini disebabkan karena ia memiliki latar belakang belajar di pesantren.

"Saya lebih tertarik megang kitab karena ada latar belakang mondok di Pesantren Khas Kempek yang membuat selain kitab jadi kurang sreg, kemudian ada teman menyarankan bahwasanya dulu waktu dia kuliah ada kitab karangan dosen sendiri lalu saya minta dia untuk kirim ternyata cocok dan bisa untuk dianalisa," ucap Hamdi.

baca juga : Nabil, M.Ag. : Hikmah Puasa sebagai Pengingat Kebutuhan Psikis Manusia

Pada pertemuan tersebut Nabil menceritakan latar belakang penulisan kitab yang ia karang, hal itu berkaitan pada zaman waktu itu ramai perdebatan terkait keakuratan metode dalam ilmu falak.

"Di zaman saya pada saat itu sedang ramai bahwa metode modern lah yang dianggap lebih mendekati keakuratan sehingga saya mencoba tertarik untuk menganalisis kenapa seperti itu," kata Nabil.

Kemudian ia mencoba untuk memberanikan diri supaya bahwasanya yang di dalam ilmu falak ada sebuah metode dan sebuah data di setiap kitab falak ada seperti itu, ia akhirnya mengkomparasikan antara data yang ada di metode klasik para ulama kemudian dengan metode modern yang menghasilkan kitabnya tersebut.

Nabil mengungkapkan selalu membuat ijtima awal bulan menggunakan berbagai metodelogi antara metode klasik dan modern.

"Saya setiap bulan membuat ijtima awal bulan dari beberapa metodelogi, dari metode Sulam Nayyirain yang klasik, kemudian buku Jean Meeus, Ephemeris bahkan yang terbaru Durrul Aniq itu hampir sama dengan metode-metode yang terbaru termasuk kitab milik saya yang basis nya modern," ungkapnya.

"Dimana klasiknya, lewat data-data seperti Al-Khulashotul Wafiyyah dan Sulam Nayyirain, untuk mencari data Sulam Nayyirain di kitab saya itu salah satunya nisfu quthril syams atau Sdo dan nisfu quthril qamar atau Sdc walaupun nisfu quthril qamar atau Sdc untuk mencari jadwal sholat tidak diperlukan datanya sedangkan Ephemeris nya melalui metodelogi saja dan Khulashotul itu data-data majmuah dan mabsutoh nya," tambahnya.

Baca juga: Dari Kampus ke Masyarakat: Mahasiswa Sebagai Cahaya Perubahan Sosial

Melalui dari itu Nabil mengambil kesimpulan bahwa klasik dan modern itu perbedaan jika hanya hasil pasti besar perbedaannya itu terasa di ijtima bisa sampai 2 derajat misal Ephemeris nya 0 kemudian 0 derajat ketinggiannya sedangkan Sulam bisa 2 hampir 3 derajat, tetapi ketika dicari untuk jadwal sholat itu sama.

Selain itu, Nabil mengatakan bahwa suatu karya merupakan anak-anak ruhaninya, ia tidak menyangka bahwa Karangannya bisa sampai Semarang.

"Bagi saya membuat karya merupakan anak-anak ruhani saya, saya juga tidak menyangka kitab saya bisa sampai Semarang sana, artinya anak ruhani dia bisa mati abadi dan mati suri," ucapnya.

"Mati abadi ketika membuat suatu karya tidak terpakai lagi bahkan hingga pengarang meninggal sedangkan mati suri ketika saya mengarang kitab tidak terpakai pada zaman ini kemudian dia bisa hidup lagi," tambahnya.

Disisi lain, Hamdi sebagai seorang mahasiswa tidak mendapatkan pertentangan dari dosen pengujinya terkait penggunaan Kitab Nabil sebagai sumber rujukan, bahkan ia mendapatkan dukungan penuh terhadap hal ini.

"Kalo pertentangan sih tidak cuman hanya ingin memastikan saja ini betul karangan apa cuman pak Nabil ini menyalin kitab yang sudah ada sebelumnya. Kalo larangan sendiri gak ada bahkan lebih mendukung," kata Hamdi.

Hamdi sendiri mengaku bangga ketika mengetahui ada kitab yang dikarang oleh dosen STIT Al Marhalah Al-'Ulya dan pegiat kajian falak ini.

"Pandangan saya pribadi bangga karena memang saya sendiri memang mempelajari ilmu falak yang memang butuh fokus dan banyak referensi dan ternyata ada dosen dan pegiat Falak membuat kitab, saya sendiri juga bangga kok bisa-bisanya bikin kitab dan bisa membuat rumusan-rumusan sendiri," ungkapnya.

Sebagai seorang mahasiswa Hamdi sendiri tidak kesulitan memahami isi kitab Al-Yawaqit fil ilmi Mawaqit yang dikarang oleh Nabil karena ia memiliki dasar pengetahuan ilmu Falak untuk memahami hal tersebut.

"Kitab pak Nabil bisa dilihat tanpa harus bertemu dengan pengarangnya , karena dulu saya sudah ada basic atau dasar di kuliahan cara pengambilan data dan cara pengisian data cuman lihat kitabnya saja sudah bisa tanpa bertemu, cuman lebih utamanya kan memang harus bertemu," ucap Hamdi.

Berziarah ke Makam Syekh Muhammad Muhajirin (Foto: Pribadi).

Terakhir Hamdi berpesan untuk terus belajar terutama ilmu falak, karena di setiap karya seseorang itu memiliki keutamaannya masing-masing meskipun itu klasik atau modern.

"Pesan saya selalu belajar, di setiap karya seseorang itu kalaupun karyanya itu klasik atau modern pasti mempunyai karakteristik masing-masing karena dari tiap-tiap itu memiliki kelebihan dan kekurangannya," tutur Hamdi.

"Salah satu kata-kata pak Nabil itu karakteristik klasik itu memang terbelakang tapi kita jangan memandang sebelah mata karya tersebut," Pungkasnya.

Sebelum kembali ke Brebes Hamdi bersama Nabil menyempatkan untuk berziarah kepada Muasis Ma'had Annida Al-Islamy Syekh Muhammad Muhajirin yang merupakan salah satu kunci keberkahan Nabil.


Editor: M Fathur Rohman 

Posting Komentar untuk "Kitab Karangan Dosen STIT Al Marhalah Al-'Ulya Dijadikan Rujukan Skripsi Mahasiswa UIN Walisongo Semarang"